“Aku ingin pindah ke Meikarta”. Begitu kalimat penutup iklan Proyek raksasa Meikarta di Cikarang tersebut. Saya sering menjumpai iklan yang diperankan oleh belum dewasa ini muncul di televisi dan youtube. Tapi tahu tidak, dibalik gencarnya promosi yang dilakukan, ternyata mega proyek dengan anggran dana 278 triliun ini masih belum mengantongi izin pembangunan.


Lho, kok bisa? Ya mampu saja :). Lha wong dari awal perencanaan proyek ini sungguh menuai banyak polemik. Dua hal yang sedang ramai dibicarakan publik, yaitu perihal hegemoni aneh di Indonesia dan yang paling ramai yaitu soal izin pembangunan proyek pemukiman. Meikarta hanya memiliki Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dengan lahan 600 hektar. Itupun merupakan tindak lanjut adanya izin lokasi.

Kabar tersebut dibenarkan oleh Eddy Nasution, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar). Beliau juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta Lippo Group sebagai pengembang proyek untuk menghentikan pembangunan Meikarta hingga seluruh perizinan rampung.

Jika mengacu kepada peraturan, setelah menerima IPPT, pihak Lippo harus melalui tiga proses utama dalam pembangunan Meikarta. Yaitu memberikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), menerima Izin Lingkungan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan kemudian gres mampu memulai proses pembangunan.

Belum final dengan kasak-kusuk soal izin pembangunan, muncul kehebohan gres sebab
Meikarta menyelenggarakan Grand Launching sekaligus promosi pada 17 Agustus lalu, dengan mengadakan sistem booking fee sebesar 2 juta rupiah saja.

Mengetahui hal tersebut, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar sempat menyayangkan tindakan Lippo yang tetap melangsungkan aktivitasnya meski belum mengantongi izin lengkap. “Harusnya pihak berwenang mampu menghentikan itu”, ujarnya kepada media.

Berbanding terbalik dengan kabar yang beredar, Danang Kemayan, Direktur PT Lippo Karawaci mengungkapkan bahwa tidak ada duduk perkara dalam pembangunan, dan penuntasan perizinan proyek ke Pemerintah Kabupaten Bekasi sedang diproses oleh pihak manajemen.

Danang juga  menjelaskan bahwa acara pemasaran yang dilakukan Lippo yaitu sebuah hal yang wajar, yakni dengan terlebih dulu menjual konsep. Toh yang dibayarkan oleh pelanggan ketika ini bukan berupa downpayment atau uang muka, melainkan hanya booking fee, dan hal tersebut tidak memerlukan perizinan.

Saya, sebagai masyarakat biasa, pelik rasanya mengikuti perkembangan informasi Meikarta dari satu duduk perkara ke duduk perkara lain. Masalah yang ada seolah tak kunjung henti bermunculan.

Ya, jikalau ditelaah kembali, apakah benar Meikarta menyalahi aturan? Sedangkan menurut pemberitaan, lahan sebesar 84,6 ha sudah mengantongi izin untuk membangun pemukiman (baca di sini http://www.tribunnews.com/bisnis/2017/08/22/meikarta-kantongi-izin-pembangunan-hunian-84-ha-dari-pemkab-bekasi) dan izin yang dikeluarkan pun blok per blok sesuai dengan blok-blok yang dipasarkan ketika launching. (Baca juga https://kumparan.com/angga-sukmawijaya/bos-meikarta-klaim-sudah-kantongi-izin-dari-pemerintah).

Jadi, salahkah mereka melaksanakan promosi dengan menjual sebuah konsep? Atau... perlukah polemik ini terus digembar-gemborkan? Bukankah lebih baik kita menanti dan percaya terhadap pihak pengembang dan pemerintah, bahwa mereka akan menjalankan proses perizinan dengan cermat dan sempurna hingga tuntas?
Salam hangat dari Bondowoso..

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top